Mengenal Kembali Makna Pendidikan yang Sebenarnya
Mengartikan
makna pendidikan, menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yaitu Ki Hajar
Dewantara, menurutnya pendidikan sebagai suatu proses yang harus ikut serta dalam tumbuhnya
anak-anak. Dengan maksud pendidikan dijadikan tuntunan bagi tumbuh kembang anak
tersebut agar mereka bisa menjadi masyarakat yang berguna bisa menggapai keselamatan
dan kebahagiaan hidupnya. Jhon Dewey (1859), Pendidikan bisa diartikan sebagai
sebuah proses dari dalam diri manusia, berupa potensi kemampuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pengalaman yang dimiliki.
Pendidikan sangat penting tentunya bagi setiap individu, dan memang
harus diberikan se-dini mungkin. Bukan semata tentang pelajaran, tetapi tentang
kemampuan, bakat, cara pandangnya terhadap lingkungan sekitarnya, dan bagaimana
ia mengartikan kehidupan nya. Walaupun individu tersebut berasal dari hereditas
yang dinilai cukup baik, jika ia tidak mendapatkan pendidikan yang baik, maka
tidak menutup kemungkinan bahwa faktor hereditasnya itu bisa tertutupi oleh hal
negatif lain yang ia dapat dari luar lingkungan rumahnya atau sekolahnya.
Kebanyakan sekolah hanya mematokkan nilai yang tinggi untuk didapat
para siswanya, bukan malah skill yang mumpuni yang menjadi tujuan akhir
pendidikan. Hingga mungkin sudah menjadi hal lumrah di pendidikan kita ini,
bahwa masih banyak siswa yang tak segan untuk menghalalkan segala cara agar
mendapatkan nilai yang sempurna. Para siswa kebanyakan ‘dipaksa’ untuk
melakukan, mempelajari, dan memperdalam hal yang mereka tidak sukai yaitu
pelajaran-pelajaran di sekolah yang bahkan mungkin pelajaran tersebut tidak berpengaruh
banyak terhadap kehidupan mereka kelak, mengapa berpikir demikian? karena tak
banyak pendidik yang memberi tahu untuk apa kita mempelajari pelajaran
tersebut. Setiap individu tentu sudah memiliki jalan dan tujuan hidup
masing-masing, kemampuan memang bisa dilatih, tetapi jika dalam individu nya
sendiri kontra dengan apa yang diajarkan, tentu akan sulit mencerna bahkan
merealisasikan tentang apa yang diajarkan.
Bahkan seorang penulis, pembicara, dan penasehat internasional
yaitu Sir Ken Robinson pada acara sebuah webinar internasional ia mengatakan
bahwa “Bagaimana Sekolah Membunuh Kreativitas Siswanya?” bukan tanpa alasan, ia
mengatakan demikian karena ia melihat realitanya memang siswa tidak diberi
kebebasan untuk berkreasi mereka hanya diperintahkan untuk mengikuti sistem dan
tidak diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya sendiri. Mereka sebenarnya
tahu, bahwa sistem tersebut akan mempersulit pengembangan diri mereka, sehingga
mereka berusaha untuk keluar dari comfort zone tersebut dan mulai
menciptakan pengembangan diri dengan cara mereka sendiri.
Tak banyak yang mau melakukan itu, karena terkadang kegagalan atau
kesalahan dianggap sebagai hal terburuk yang pernah dilakukan. Dan hasilnya
adalah sistem mendidik orang keluar dari kapasitas kreatif mereka. Jika seorang
nilai matematika seorang siswa 50 dan nilai seni nya 95, tetntu sang ibu malah
memberikan tambahan pelajaran (Les) di pelajaran matematika, bukan malah
memperdalam bakatnya, yaitu dibidang seni, terkadang, itu kesalahan pendidikan
yang terjadi terus-menerus, dimana seseorang tidak dapat bergerak bebas
menentukan pilihannya, mereka diharuskan mengikuti sistem yang ada bahkan
dengan terpaksa sekalipun.
Picaso pernah berkata bahwa semua anak-anak terlahir sebagai artis.
Semua anak pintar, semua anak akan sukses dengan bakat yang dimilikinya.
Permasalahannya yaitu bagaimana kita bisa tetap menjadi artis selama kita
tumbuh? Tentu mereka perlu penguatan dan pendalaman untuk bakat mereka itu, dan
itulah gunanya pendidikan. Seperti apa yang dikatakan oleh Albert Einstein
yaitu “The Important Thing is not to stop questionig. Curiosity has
its own reason for existing.” (Yang penting jangan sampai berhenti
bertanya. Keingintahuan punya alasan tersendiri untuk tetap eksis). Disinilah
peran pendidik sangat dibutuhkan agar kemampuannya kelak bisa berguna untuk
dirinya, masa depannya, dan juga untuk oranglain.
Tujuan Pendidikan di Indonesia merujuk yang terdapat dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II
Pasal 3, menyebutkan bahwa: “Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Namun seakan lupa akan tujuan pendidikan yang sebenarnya, selain
pendidikan ditujukan untuk menyempurnakan semua potensi yang dimiliki seorang
individu, sasaran pendidikan bukan bermaksud menjadikan manusia sebagai
prajurit tetapi membina seorang individu agar menjadi manusia, manusia yang
berguna bagi manusia lainnya.
Kesuksesan terkadang hanya dipandang dari mereka yang bisa memiliki
kecerdasan di bidang matematika, sains, atau lainnya. dan kekayaan bisa mereka
dapatkan dari kecerdasan tersebut. Hingga tak banyak, orang cerdas yang malah
menggunakan kecerdasannya itu untuk membodohi oranglain. Banyak manusia pintar,
namun sulit untuk menemukan manusia jujur, manusia yang mempunyai sikap
kepedulian tinggi, dan manusia yang paham cara memanusiakan manusia lainnya.
Penanaman karakter yang baik, dan pengenalan tentang nilai agama kurang diperhatikan didalam dunia
pendidikan, dan menyebabkan masih banyaknya orang yang hanya memikirkan cara
untuk kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya sendiri, tidak memperhatikan
lingkungan di sekitarnya dan bahkan tak segan untuk mengorbankan kebahagiaan
orang lain. Dalam pendapat Brubacher, tujuan pendidikan seharusnya yaitu
melaksanakan tiga fungsi penting yang semuanya itu bersifat normatif,
diantaranya :
Pendidikan bersifat dinamis, kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya bisa lebih memahami dan menciptakan cara belajar, cara mengembangkan diri di era serba teknologi seperti sekarang ini. Kita harus mau mencoba, mengambil resiko, dan menghilangkan pikiran negatif tentang masa depan. Kita harus tetap optimis dalam menuntut ilmu. Hilangkan stigma negatif di masyarakat yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan bodoh jika tidak bisa matematika. Kecerdasan itu istimewa, setiap orang pintar, setiap orang berbakat. Seperti yang dikatakan oleh fisikawan terkenal Albert Einstein yang menyatakan bahwa“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid.” (Semua orang itu jenius. Namun jika anda menilai seorang ikan dengan kemampuannya memanjat pohon, ia akan menganggap dirinya adalah orang paling bodoh sepanjang hidupnya).
1.
Tujuan
pendidikan memberikan arah pada proses yang bersifat edukatif.
2.
Tujuan
pendidikan tidak selalu memberi arah pada pendidikan, tetapi harus mendorong
atau memberikan motivasi sebaik mungkin.
3. Tujuan pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedoman atau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.
Pendidikan bersifat dinamis, kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya bisa lebih memahami dan menciptakan cara belajar, cara mengembangkan diri di era serba teknologi seperti sekarang ini. Kita harus mau mencoba, mengambil resiko, dan menghilangkan pikiran negatif tentang masa depan. Kita harus tetap optimis dalam menuntut ilmu. Hilangkan stigma negatif di masyarakat yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan bodoh jika tidak bisa matematika. Kecerdasan itu istimewa, setiap orang pintar, setiap orang berbakat. Seperti yang dikatakan oleh fisikawan terkenal Albert Einstein yang menyatakan bahwa“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid.” (Semua orang itu jenius. Namun jika anda menilai seorang ikan dengan kemampuannya memanjat pohon, ia akan menganggap dirinya adalah orang paling bodoh sepanjang hidupnya).
Author: Nabila Fitriya/Kontributor
Penulis merupakan mahasiswa semester 1 jurusan Administrasi Publik dan anggota LPB angkatan Revolta.
Editor: Sintamia
0 Comments